Tsumaranai vs omoshiroi

Tsumaranai = bosan, membosankan 

Omoshiroi= menarik (atau menyenangkan, tapi menyenangkannya yang bikin kamu tertarik sama suatu hal; bukan menyenangkan dalam hal excited kayak mau konseran)


*notes: anak anak yang baru belajar bahasa jepang, kadang nggak bisa membedakan antara omoshiroi dengan tanoshii. 

Omoshiroi = misal, kamu ngeliat suatu hal unik yang baru kamu tahu ; inilah yang dimaksud dengan "menarik" ; atau, misal kamu ngelakuin sesuatu yang kamu suka, kayak menggambar. Atau bikin kerajinan sesuatu, dan kamu seneng ngelakuin itu. Itu juga "omoshiroi"

Tapi kalau 

Tanoshii = exciting, kayak kalo lagi karaoke dan kamu nyanyi lagu ceria atau up beat, itu tanoshii. Atau lagi konseran. Atau lagi liburan ke mana, ngedatengin suatu wahana dan naik wahana itu dan itu bikin kamu seneng ke tahap "WAAAAHHH ASIK BANGET! SERU BANGET!" nah itu tanoshii. 


Pagi ini, seperti biasa, ada latihan peecakapan para siswa sama sensei. Termasuk dengan aku. 

Dia bertanya: sensei, tsumaranai toki, nani o shimasuka? (Sensei, kalau bosan, apa yang dilakukan?) 


Lalu aku bingung; kehidupan dewasaku ini tidak pernah membosankan (karena adaaaa aja badainya 😂) 

Aku menjawab: saya tidak pernah merasa bosan. 


Lalu dia bertanya lagi: lalu apakah hidupnya sensei omoshiroi? 


...... 😅


Bagaimana, ya? 

Kadang hidup itu nggak sejelas kalau tidak A, maka B. Well, it might be, but some case it is not as simply as that. 


Aku menjawab: tidak menyenangkan, tapi juga tidak membosankan. 


Dia sepertinya bingung; ya wajarlah ya, dia belum menjalani kehidupan orang dewasa yang sesungguhnya itu seperti apa. 


Kalau sudah seumuranku ini, kadang apa yang kamu rasakan (apakah menyenangkan atau membosankan) itu tidak berarti. Kewajiban yang ada di hadapanmu, harus dilakukan dan dilaksanakan. Tidak paduli kamu ingin melakukannya atau tidak, tidak peduli menurutmu menyenangkan atau tidak, kewajiban adalah kewajiban, suka tidak suka harus dilakukan. 


Saking banyaknya tanggung jawab yang harus dijalankan, hal-hal yang harus dipertimbangkan sebaik mungkin supaya bisa menjalankan apa yang harus kamu jalankan dengan baik, kadang, aku sendiri nggak sempat memikirkan perasaanku sendiri, nggak sempat memikirkan apakah ini menyenangkan atau tidak. 


Mungkin karena itulah aku lelah, sampai hal kecil membuatku merasa sakit menangis. 

Aku hanya lelah, karena aku nggak menyisakan waktu untuk diriku sendiri. Aku nggak menyisakan waktu untuk memperhatikan apa yang aku rasakan; apakah senang, sedih, atau kecewa? Aku ke depannya mau apa? Semua ini untuk apa? Aku dapat apa? 


Karena nggak punya waktu untuk melihat dan memvalidasi diri sendiri, aku lelah. 



Untunglah kepada divisiku baik sekali :") 

Aku cerita aku capek harus menghadapi masalah uyang sama berulang terus. 

Lalu aku disarankan untuk mengambil libur. Dan aku melakukannya. 


I feel much better. :) 


Ternyata, diri sendiri juga butuh ruang untuk dipahami, aetidaknya oleh diri kita sendiri. 

Mengakui kalau kita lelah. Mengakui kalau kita kecewa. Mengakui kalau kita marah. 


Lalu? 

Apa yang kamu mau? 

Apakah yang kamu mau itu bisa kamu kendalikan atau kamu bisa mewujudkannya? 


Kalau yang kamu mau itu ternyata di luar batas kendalimu, lantas bagaimana? 


...

Ikhlas. 


Hal-hal yang di luar kendali kita; tidak bisa kita ubah atau tidak bisa kita usahakan. 

Yang bisa diusahakan adalah... bagaimana kita menyikapinya. 


Bagaimana menyikapinya? 

Dengan... yaudahlah. Apa yang sudah terjadi, biarlah terjadi. 

Aku bisa belajar dari hal itu. 

Ke depannya aku tidak boleh begini begitu. 



Ternyata aku hanya butuh waktu untuk merenung seperti itu 



:)


...


Jadi, bagaimana dengan hidupmu? 

Apakah omoshiroi, atau tsumaranai? 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

🫳

Weekend

Diskursus Intover vs Ekstrover