Weekend well spent
Emmm, tetap saja sih nggak terlalu suka keramaian, tapi lebih mending daripada yang dulu. Sekarang aku sudah bisa cukup menikmati keramaian, lebih baik daripada sebelumnya.
Walaupun sebenernya draining energy. Tapi aku senang. Jalan jalan, makan, foto foto, dan ngobrol. Karena.... hal itu ternyata adalah hal yang jadi sebagian kecil di luar rutinitas yang menjemukan.
Hari ini siangnya aku pergi ke acara public lecture hanbok, diadakan di kota lama semarang, di gedung oudetrap. Di gedung yang sekecil itu, manusia berjubel. Disediakan tempat duduk bagi yang reservasi dan datang 30 menit sebelumnya, tapi hanya sedikit. Sisanya, melihat lecture / paparan sambil berdiri.
I'm not good at taking pictures, mana tanganku juga suka tremor. Jadi beberapa foto yang aku ambil, sayangnya, ngeblur :<
Yang mengadakan acara, KCCI (korean cultural central indonesia) (organisasi ini ada di 30 negara, termasuk di indonesia).
Yang mengisi acara, namanya--ehm, kim hyun jung? Lupa aku. Tapi nama aliasnya, namanya Bu Maya. Beliau general managernya KCCI.
Dari sekian banyak peserta, Bu Maya meminta 2 orang dari kami, untuk maju dan mencoba hanbok, untuk kemudian dijelaskan apa bagian dan nama-namanya. Kayak kalau kita pakai baju tradisional jawa, misalkan yang perempuan ada kebaya, jarik, kemben, dll. Ini juga sama; hanbok (pakaian tradisional korea) juga ada bagian bagian dan nama-namanya.
👆bu maya yang pakai baju putih, dan dua peserta yang maju untuk pakai hanbok. Yang laki-laki, datang bersama rombongan, katanya berasal dari papua, dan sedang ke jawa untuk belajar.
Setelah lecture selesai, kami bisa ke masing-masing booth. Ada photobooth, tourism booth (isinya informasi tentang lokasi wisata korea, dan boleh mengambil brosur dan booklet nya), handcraft booth, dan booth pemakaian hanbok.
I did it all. Hehehe :D
Lalu setelas puas ke masing masing booth, jalan jalan sebentar di sekitaran oudetrap, ternyata ada pameran lukisannya juga. Sepertinya event dari KCCI juga.
Selesai dari sini, mampir ke kedai amanogawa, masih di sekitaran kota lama juga.
Ngobrol banyak, sama teman kerja yang dia baru masuk 8 bulan.
Aku baru sadar kalau ternyata waktu di kantor itu sangat singkat. Semakin banyak ngobrol, semakin bisa memahami dan mengetahui. Oh ternyata begini, ternyata begitu.
(Kebetulan di kantor lagi ada konflik.... well, aku tidak terlibat; terlibat, tapi mungkin sedikit 🤏)
Lalu aku mendapatkan point of view yang baru.
Kerja itu ternyata 80% mengjadapi konflik, dan drama yang ada. Karena yang kita hadapi adalah manusia, dengan latar belakang, cara berpikir, cara bekerja, dan pandangan pribadi yang berbeda beda. Nggak bisa semuanya sesuai dengan kekarepanku sendiri, apalagi bekerja secara tim.
Tapi, terkadang ada beberapa hal yang kita nggak sadari, yang perlu masukan atau teguran orang lain. Tapi, apakah cukup mudah diselesaikan sampai di situ? Ternyata tidak; apalagi yang bekerja perempuan dengan perempuan.
Apabila ada yang tidak cocok: seharusnya diobrolkan baik-baik, kamu maunya apa, aku maunya apa, dicari jalan tengahnya atau solusinya. Selesai. Harusnya sesederhana itu.
Tapi,
"Aku nggak terima digituin"
"Aku gak suka cara ngomongnya gitu, terlalu sinis. Padahal aku nggak salah."
"La dia aja begini, padahal.udah aku bilangin tapi dia ngeyel"
Dan lain sebagainya.
Tapi kenapa nggak diomongin di depan saja langsung? Karena dua duanya, atau salah satunya sedang dalam keadaan marah atau terluka hatinya. Keadaan emosinya sedang tidak stabil dan tidak mampu menyelesaikan sesuatu dengan tenang; makanya enggak ketemu. Satu ngomong, satunya emosi, yang tadinya ngomong ikutan emosi.
Lalu pembicaraan kami berakhir pada simpulan, sepertinya besok senin, atau entah kapan, akan dilakukan mediasi antara dua pihak yang berseteru. Yang ada di posisi mediator atau penengah, adalah putri dari bosku, yang ternyata usianya seumuran denganku. (HEI, HR, ANDA NIH NGAPAIN SIH?)
wkwkwk mediatornya malah anak pak bos, bukan HRD 😭😭
Ya begitulah, ini aku nggak cerita semuanya loh ^^ cerita aslinya hmmm cukup kompleks.
Tapi yaudah. Toh aku tidak terlibat langsung,....(tapi aku jadi orang dekatnya pihak pihak yang sedang berkonflik). Jadi... sebenarnya... mungkin akan ada anggapan, aku terkesan ada di pihak siapa. Atau kalau aku nggak memihak, mungkin aku akan dicap munafik, karena menclok pihak sana dan menclok pihak sini. Hmmm well i dont know, though. Yasudahlah. Semoga semua konflik ini lekas selesai...
Lalu, habis dari amanogawa, aku janjian dengan teman kantor juga wkwkw yang kali ini rombongan, berdelapan, perempuan semua. Termasuk anak dari pak bos ini juga ikut. (Jujur aku tidak menyangka aku bisa ada di sirkel yang sama dengan anak pak bos 😭)
Kami ke sai ramen. Masih di kawasan kota lama juga.
Di sini juga kami... ngobrol. Dan masih nyerempet membahas konflik di kantor.
Dari segala pembicaraan yang ada, sebenarnya sumber utama dari kekacauan ini adalah dua orang, yang mereka dulunya punya hubungan dan kemudian putus. Yang salah satu pihak masih merasa sakit hati dan nggak bisa selesai dengan damai. Dia (pihak lelaki) berlarut larut, manipulatif, playing victim, dan.... sudah ke arah obsesi, sepertinya.
Aku tidak bisa memberikan nasehat yang tepat untuknya, karena jelas aku tidak berpengalaman, tapi yang aku ucapkan kepadanya adalah, biasanya kalau kamu dilanda masalah yang datang bertubi-tubi, masalah satu selesai, datang lagi masalah lain, di pengujung itu akan ada hal besar yang kamu dapatkan.
Dia bertanya lagi, "hal besar itu hal yang baik?"
Aku mengangguk, mengiyakan. Iya, hal yang baik pasti akan datang dan akan kamu dapatkan. Tapi buat bisa dapat itu, kamu memang harus melewati badai itu dulu.
Lalu di akhir aku menyemogakan, semoga semua hal yang rumit ini terselesaikan dengan baik.
Aku hanya bisa memberikan komentar seperti itu. Aku hanya bisa memberikan pandangan dari kacamata yang luas, karena dari sekian banyak cerita yang aku dengar, ujungnya adalah seperti itu. Aku harap dia merasa lega.
Selesai pembicaraan.
Tapi empunya masalah, sepertinya masih ada hal yang dia risaukan. (Iyalah ya wkwk kan masalahnya gak selesai hanya dalam satu jentikan jari). Dia masih nerverita pada dua temanku yang lain. Aku, yang kebetulan duduk di sebelah putri pak bos itu, harus menanggapi celotehannya yang panjang.
Sudah, habis itu aku pulang.
Sampai rumah, ngelamun (wkwk)
Tapi malah kepikiran, gara gara habis deeptalk sama teman kantor yang sedang punya masalah itu;
What if,
Kita hidup di dunia ini tuh punya peran masing-masing?
Kehadiran kita di dunia ini, bukan dengan percuma saja, bukan?
Tentang tujuan hidup itu apa, aku sudah cukup merenunginya dua belas tahun yang lalu. Ya sudah manusia di dunia ini tujuannya untuk ibadah.
Tapi di luar itu,
Bagaimana kalau ternyata...
Keberadaan kita itu memiliki tujuan, bagi sesama makhluk hidup lainnya?
Kayak... kita tuh hidup melakukan sesuatu, ya itulah tugas dan peran kita di dunia ini untuk orang lain.
Aku ambil contoh ibuku, yang hidupnya berperan sebagai ibuku dan ibu kakakku, perannya merawatku, mendidikku sampai aku dewasa; dan juga peran ibu sebagai istri dari bapakku, menjadi partner hidup dan merawat bapakku saat bapakku sakit.
Kakakku berperan untuk ibuku sebagai anaknya, yang sekaligus juga sebagai ujian untuk ibuku bisa bertumbuh jadi seorang manusia yang tabah, sabar, bijaksana
Mungkin, kehadiran kita di dunia ini itu nggak sia-sia. Bahkan bagi seekor kucing liar yang kamu beri makan, kehadiranmu itu nggak sia sia.
Apa yang kita lakukan di dunia ini... mungkin ada peran dan tugas dari Allah yang harus kita lakukan.
Jadi,
Kalau ada hal yang tidak sesuai dengan keinginanmu atau rencanamu.... maka itu bukanlah peranmu, itu bukan tugasmu. Itu bukan porsi yang diberikan oleh Allah untuk kamu.
Misalkan, kamu sangat mengingin seorang anak, tapi sudah berulang kali berusaha dan segala cara sudah dicoba tapi tetap tidak membuahkan hasil. Kecewa, memang. Tapi mau bagaimana, berarti itu bukan kehendak Allah. Berarti Allah memang tidak, atau belum memberikan tugas dan peran sebagai orang tua kepadamu. Bukan itu peranmu, atau ya, itu peranmu, tapi nanti. Untuk saat ini, masih ada beberapa hal yang harus kamu selesaikan dulu.
Atau menikah, misalnya.
Sudah umurnya, tapi tidak kunjung dapat pasangan. Padahal itu hal yang sangat kamu inginkan; atau sudah kamu rencanakan, tapi gagal, hancur.
Artinya Allah belum ridho.
Artinya, itu bukan tugasmu, atau belum. Belum saatnya Allah memberikan peran itu untukmu.
Nggak tahu ya kenapa tiba tiba aku berpikir seperti ini.
Tapi belakangan ini aku memang mengalami hal-hal yang tidak sesuai dengan rencanaku. Lalu aku bingung. Galau. Gak tahu ke depannya harus gimana. Dan tentu saja, deep down, aku belum bisa menerima kenyataan. Kenapa, kenapa jalannya harus kayak gini?
Tapi,
Mendadak muncul pemikiran kayak itu.
Dan akhirnya perlahan aku bisa menerima.
Kamu memang tidak bisa menjalankan hal yang kamu rencanakan atau yang kamu inginkan; tapi kamu punya tugas atau peran lain yang harus kamu laksanakan. Peranmu tuh nggak di A (yang aku rencanalan), tapi ni loh peranmu tuh di B(kenyataan yang harus dijalani) dan ternyata dari menjalani hal B itu aku lebih bisa memetik pelajaran, lebih bisa mature, lebih bisa bersyukur atas segala hal yang terjadi.
...ngomong apa sih, ruwet banget wkwkkekek dah ah
Bye bye ^^












Komentar
Posting Komentar